Sabtu, 12 Januari 2019

KUALITAS DAN PENDIDIKAN KONSELOR


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Secara fungsional, bimbingan dan konseling sangat signifikan sebagai salah satu upaya pendidikan untuk  membentuk individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap-tahap perkembangan dan tuntutan lingkungan (Wibowo, 2003 : 76). Pengertian pendidikan dikemukakan oleh beberapa ahli, pendidikan adalah “usaha sadar yang dengan sengaja dirancangkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.” (Sahertian (2000:1) dan pendidikan merupakan usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan, baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan (Ihsan; 1996 : 1).Secara konseptual, pendidikan masyarakat adalah model penyelenggaraan pendidikan yang bertumpu pada prinsip “dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat”.
Quraish Shihab mengartikan kualitas sebagai tingkat baik buruk sesuatu atau mutu sesuatu.Kualitas atau mutu pendidikan adalah kemampuan lembaga dan sistem pendidikan dalam memberdayakan sumber-sumber pendidikan untuk meningkatkan kualitas yang sesuai dengan harapan atau tujuan pendidikan melalui proses pendidikan yang efektif. Dimana, pendidikan yang berkualitas yakni pendidikan yang dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas.
Menurut Yufiarti kreativitas adalah kemampuan untuk menemukan sesuatu yang baru yang sebelumnya belum ada untuk menciptakan ide baru atau menggabungkan sesuatu hingga menjadi produk baru. Dalam kreativitas tentu manusia memiliki karakteristik atau ciri unik tersendiri. Kreativitas pada diri Manusia perlu diasah dan dikembangkan agar menjadi profesional.

B.       Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang diatas adalah sebagai berikut :
1.      Apakah yang dimaksud dengan kualitas pendidikan?
2.      Jelaskan yang dimaksud dengan pendidikan dan latihan calon konselor?

C.      Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan berdasarkan rumusan masalah diatas adalah sebagi berikut:
1.      Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai pengertian kualitas pendidikan
2.      Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai pendidikan dan latihan calon konselor











BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Kualitas Pendidikan
Secara etimologi, mutu atau kualitas diartikan dengan kenaikan tingkatan menuju suatu perbaikan atau kemapanan. Sebab kualitas mengandung makna bobot atau tinggi rendahnya sesuatu. Jadi, dalam hal ini kualitas pendidikan adalah pelaksanaan pendidikan disuatu lembaga, sampai dimana pendidikan di lembaga tersebut telah mencapai suatu keberhasilan.
Kualitas konselor adalah criteria keunggulan termasuk pribadi, pengetahuan, wawasan, keterampilan dan nilai-nilai yang dimilikinya yang akan memudahkannya dalam menjalankan proses konseling sehingga mencapai tujuan dengan berhasil (efektif). Salah satu kualitas yang jarang dibicarakan adalah kualitas pribadi konselor. Kualitas pribadi konselor adalah kriteria yang menyangkut segala aspek kepribadian yang amat penting dan menentukan keefektifan konselor jika dibandingkan dengan pendidikan dan latihan yang ia peroleh.[1]
Jay Haley (1971) mengemukakan kualitas pribadi konselor sesuai dengan penelitiannya yaitu: fleksibilitas ialah mampu mengubah pandangan secara realistic dan bukan mengubah kenyataan, tidak memaksakan pendapat yakni mau mendengarkan dengan sabar terhadap orang lain.
Munson (1961) dan Mills Cs (1960) mengemukakan dua karakteristik penting yang menentukan kualitas pribadi konselor yakni; konselor adalah yang memiliki kebutuhan untuk menjadi pemelihara dan konselor harus memiliki intuisi serta penetrasi psikologis yang baik. Artinya, dalam menghadapi klien, ia cepat menangkap makna tersirat dari perilaku klien yang tampak dan yang terselubung misalnya makna suatu gerakan kepala, getaran suara, getaran bahu, cara duduk, dan sebagainya, dapat ditangkap maknanya dengan cepat oleh konselor sehingga mampu memberikan keterampilan teknik yang antisipatif dan bermakna bagi membantu perkembangan klien. Dengan kata lain, konselor memahami bahasa badan atau perilaku nonverbal klien.[2]

B.       Pendidikan dan Latihan Calon Konselor

1)      Pendidikan Calon Konselor
Kualitas konselor adalah semua kriteria keunggulan termasuk pribadi, pengetahuan, wawasan, keterampilan dan nilai-nilai yang dimilikinya yang akan memudahkannya dalam menjalankan proses konseling sehingga mencapai tujuan yang efektif.
Sebagai pendidik, konselor dipersyaratkan memiliki kualifikasi akademik minimum S1 sebagaimana halnya pengampu layanan ahli di bidang lain seperti dokter. Konselor juga dipersyaratkan memiliki kualifikasi akademik S1, yang mencerminkanpenguasaan kemampuan akademik di bidang bimbingan dan konseling. Untuk keperluan ini diselenggarakan program S1 Bimbingan dan Konseling dengan tujuan memfasilitasi pembentukan kompetensi akademik calon konselor yang direpresentasikan dengan Ijazah sarjana pendidikan dengan kekhususan dalam bidang bimbingan dan konseling.
Secara umum untuk Indonesia lulusan bimbingan dan konseling tingkat D3 dan S1 masih diperbolehkan untuk menjadi pembimbing. Hanya kualifikasi profesional tersebut belum begitu jelas. Mungkin S1 bisa diorbitkan menjadi tenaga profesional asalkan bobot latihan profesional ditingkatkan, baik selama pendidikan maupun dalam bentuk in-service training dan harus sudah ada tim penilai khusus dari ikatan pembimbing seperti ABKIN (Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia).
Kriteria utama tetap bahwa konselor harus lulusan S2 dengan berpengalaman mengajar (sertifikat) dan pengalaman praktik (sertifikat). Untuk menghadapi perubahan-perubahan yang cepat tadi, bentuk pelatihan konselor untuk menjadi profesional, disesuaikan dengan keadaan.[3]
Kompetensi – kompetensi tersebut yang harus dipenuhi seorang konselor merupakan suatu landasan untuk pengembangan kompetensi konselor sehingga menjadi konselor yang professional, kompetensi – kompetensi tersebut meliputi :
1)      Memahamai secara mendalam tentang konseli yang dilayani
2)      Menguasai landasan dan kerangka teknik bimbingan dan konseling
3)      Menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling yang bertujuan agar seorang klien yang mandiri
4)      Mengembangkan pribadi dan professional konselor secara berkelanjutan[4]
Selain penjelasan diatas seorang konselor harus menyadari kompetensinya  yaitu batas kewenangan dalam menjalankan tugas professional konselor. Konselor dalam menjalankan tugasnya tidak dibenarkan menggunakan treatment diluar batas kewenangannya. Setiap lembaga professional memiliki ketentuan dalam bidang – bidang apa saja anggotanya dalam tugas profesinya. Biasanya tugas – tugas itu di sesuaikan dengan apa yang di pelajari secara formal.
Ketika konselor menjumpai seorang klien yang mempunyai masalah diluar batas kemampuan konselor maka konselor dapat mengalih tangankan ke pihak yang lain yang lebih professional dan lebih kompeten karena apabila tidak mengalih tangankan ditakutkan seorang klien mempunyai masalah yang tidak segera terselesaikan, selain itu konselor juga dapat dikatakan melakukan kegiatan mal praktek yang itu melanggar batas- batas kewenangan dan melakukan pelanggaran dalam kode etik konseling. Untuk menghindari tindakan yang tidak tepat ini konselor sebagai petugas professional secara terus menerus melihat dan mau mengevaluasi dirinya dengan status kemampuan dan kualifikasi dari profesi yang dijalani.
Menurut Dunlop (mugen) salah satu ciri pekerjaan dikatakan professional apabila anggota professional itu berkemampuan untuk memonitor praktik profesi yang telah dijalani. Selain itu dalam kelompok profesi sudah diatur mekanisme pengendalian praktik – praktik professional untuk mengatasi para angotanya dan menjalankan tugas – tugas professional jika salah satu anggota profesi yang melanggar kode etik yang berlaku maka organisasi yang menaunginya dapat memberlakukan sanksi yang telah di tetapkan dalam organisasi tersebut. Tetapi berjalan atau tidaknya fungsi pengawasan terhadap praktik anggotanya sangat dipengaruhi oleh kehidupan organisasi profesi itu sendiri, namun demikian yang terpenting bagi tenaga professional untuk selalu menjalankan kegiatan profesi yang dimiliki sejalan dengan professional yang dimliki. Dengan demikian, mereka melakukan pengontrolan terhadap dirinya sendiri.[5]

2)      Latihan Calon Konselor
Dalam rangka mempersiapkan para caln konselor atau guru bimbingan dan konseling, pihak lembaga yang bertangggung jawab dalam pendiidkan para calon konselor tersebut dituntut untuk memfasilitasi perkembangan pribadi mereka yang berkualitas yang dapat dipertanggungjawabkan secara profesional.Oleh karena itu, seorang konselor harus mempunyai kualitas-kualitas kepribadian yang ditandai dengan latihan calon konselor. Berbagai macam latihan konselor menurut Cavanagh adalah sebagai berikut :[6]
1.      Pemahaman Diri (Self –Knowledge)
Self –Knowledge bermakna bahwa konselor memahami dirinya dengan baik, dia memahami secara pasti apa yang dia lakukan, mengapa dia harus melakukannatau tidak melakukan hal itu, dan masalah apa yang yang harus dientaskannya. Pemahaman diri merupakan hal yang sangat penting bagi konselor. Ini dikarenakan ada beberapa alasan antara lain:
a.       Konselor yang memiliki persepsi yang akurat tentang dirinya cenderung akan memiliki persepsi yang akurat pula tentang orang lain antara atau konseli. Dengan kata lain jika konselor mampu memahami dirinya dengan baik maka ia akan mampu mengenali diri orang lain secara tepat pula.
b.      Konselor yang terampil dalam memahami dirinya, maka dia akan terampil juga memahami orang lain.
c.       Konselor yang memahami dirinya, maka dia akan mampu mengajar cara memahami diri itu kepada orang lain.
d.      Pemahaman tentang diri memungkinkan konselor untuk dapat merasa dan berkomunikasi secara jujur dengan konseli pada saat proses bimbingan dan konseling berlangsung.
Secara nyata konselor yang mempunyai tingkat self-knowledge yang baik akan memperlihatkan sufat-sifat sebagai berikut.
1.      Konselor menyadari dengan baik yentang kebutuhan dirinya. Sebagai konselor dia memiliki kebutuhan diri, seperti: (a) kebutuhan untuk sukses (b) kebutuhan merasa penting, dihargai, superior dan kuat.
2.      Konselor menyadari dengan baik tentang perasaan- perasaan itu seperti: rasa marah, takut, bersalah, dan cinta. Ketidaksadaran konselor akan perasaannya dapat berakibat buruk terhadap proses konseling.
3.      Konselor menyadari tentang apa yang membuat dirinya cemas dalam konselinng, dan apa yang menyebabkan dirinya melakukan pertahanan diri dalam rangka mereduksi kecemasan tersebut.
4.      Konselor memahami atau mengakui kelebihan (kekuatan ) atau kelemahan (kekurangan) dirinya.

2.      Kompeten (competent)
Yang dimaksud kompeten disini adalah bahwa konselor itu memiliki kualitas fisik, intelektual, emosional, sosial, dan moral sebagai pribadi yang berguna untuk membantu konseli. Kompetensi sangatlah penting bagi konselor, sebab konseli yang diberikan pelayanan bimbingan dan konseling akan belajar dan mengembangkan kompetensi-kompetensi yang diperlukan untuk mencapai kehidupan yang efektif dan bahagia. Dalam hal ini, konselor berperan untuk mmengajar kompetensi-kompetensi tersebut pada konseli. Konselor yang lemah fisiknya, lemah kemampuan intelektualnya sensitif emosinya, kurang memiliki kemampuan dalam berhubungan sosial, dan kurang memahamimi nilai-nilai moral maka dia tidak akan mampu mengajarkan kompetensi- kompetensi tersebut kepada konseli.
Satu hal penting yang membedakan hubungan persahabatan dengan hubungan konseling adalah kompetensi yang dimiliki: (a) Pengetahuan akadfemik, (b) kualitas pribadi, dan (c) keterampilan konseling . konselor yang memiliki kompetensi akan melahirkan rasa percaya pada diri konseli untuk meminta bantuan konseling terhadap konselor tersebut. Disamping itu kompetensi ini juga sangat penting bagi efisiensi waktu pelaksanaan konseling.
Konselor yang senantiasa berusaha meningkatkan kualitas kompetensinya, akan menampilkan sifat-sifat atau kualitas perilaku sebagai berikut.
1)   Secara terus menerus meningkatkan pengetahuannya tentang tingkah laku dan konseling dengan banyak membaca atau menelaah buku-buku atau jurnal-jurnal yang relevan; menghadiri acara-acara seminar dan diskusi tentang berbagai hal yang terkait dengan profesinya.
2)   Menemukan pengalaman-pengalaman hidup baru yang membantunya untuk lebih mempertajam kompetensi, dan mengembangkan keterampilan konselingnya. Upaya itu ditempuhnya dengan cara menerima resiko, tanggung jawab dan tantangan-tantanngan yang dapat menimbulkan rasa cemas. Kemudian dia mengunakan rasa cemas itu untuk mengaktualisasikan potensi-potensinya.
3)   Mencoba gagasan-gagasan atau pendekatan-pendekatan baru dalam konseling . mereka senantiasa mencari-cari yang paling tepat atau bergunauntuk membantu konseli dengan pelayanan yang maksimal.
4)   Mengevaluasi efektivitas konseling yang dilakukannya, dengan menelaah setiap pertemuan konseling, agar dapat bekerja lebih produktif.
5)   Melakukan kegiatan tindaklanjut terhadap hasil evaluasi yang telah dilaksanakan untuk mengembangkan atau memperbaiki proses konseling.

3.      Kesehatan Psikologis (psychological health)
Konselor ditintut memiliki kesehatan psikologi yang baikdari konselinya. Hal ini penting karena kesehatan psikologigis (psychological health) konselor akan mendasari pemahamannya terhadap perilaku dan keterampilannya. Ketika konselor memahami bahwa kesehatan psikologisnya baik dan dikembangkan melalui konseling, maka diamembangun proses konseling tersebut secara lebih positif. Apabila konselor tidak mendasarkan konselingtersebut kepada pengalaman kesehatan psikologis, maka dia akan mengalami kebingungan dakam menetapkan arah konseling yang ditempuhnya.
Konselor merupakan model dalam berperilaku, apakah  dia menyadarinya atau tidak. Setiap pertemuan konseling merupakan suatu periode pengawasan yang intensif terhadap tingkah laku yang adaptif. Ketika konselor kurang memiliki kesehatan psikologis, maka. Perannya sebagai model berperilaku bagi konseli menjadi tidak efektif, bahkan dapat menimbulkan kecemasan bagi konseli. Apabila itu terjadi, maka konselor bukan berperan dalam memecahkan masalah. Tetapi justru sebagai pemicu masalah konseli.
      Kesehatan psikologis konselor yang baik sangat berguna bagi hubungan konseling . Karena apabila konselor kurang sehat psikis sehat psikisnya, maka dia teracuni atau terkontaminasi oleh2 kebutuhan-kebutuhan  sendiri, persepsi yang subjektif, nilai-nilai yang keliru, dan kebingungan. Konselor kesehatan psikologisnya baik memiliki kualitas sebagai berikut.
1)      Memperoleh pemuasan kebutuhan rasa ama, cinta, kekuatan dan seks yang wajar.
2)      Dapat mengatasi masalah-masalah pribadi yang dihadapinya.
3)      Menyadari kelemahan atau keterbatasan kemampuan dirinya.
4)      Tidak hanya berjuang untuk hidup tetapi juga menciptakan kehidupan yang lebih baik. Konselor dapat menikmati kehidupan secara nyaman. Dia melakukan aktifitas - aktivitas yang positif, seperti membaca, menulis, bertamasya (rekreasi) ,bermain(berolahraga), dan aman.
4.      Dapat dipercaya (Trustworthiness)
Kualitas disini berarti bahwa konselor itu tidak menjadi ancaman atau penyebab kecemasan  bagi konseli melainkan sebagai pihak yang memberikan rasa aman. Kualitas konselor yang dapat dipercaya sangat penting dalam konseling karena beberapa alasan sebagai berikut:
1)      Esensi tujuan bimbingan dan konseling adalah mendorong konseli untuk mengemukaan masalah dirinya yang paling dalam. Dalam hal ini, konseli harus merasa konselor itu dapat memahami  dan mau menerima curahan hatinya (curhatnya) dengan tanpa penolakan. Jika konseli tidak memiki rasa percaya diri ini, maka rasa frustasilah yang menjadi hasil dari proses layanan bimbingan dan  konseling.
2)      Konseli dalam layanan bimbingan dan konseling perlu mempercayai karakter dan motivasi konselor. Artinya konseli percaya bahwa bahwa konselor mempunyai motivasi untuk membantunya
3)      Apabila komseli mendapat kepercayaanvdan kepercayaan dari konselor, maka akan berkembang dalam dirinya sikap percaya terhadap dirinya sendiri.
Konselor yang dipercaya cenderung memiliki kualitas sikap dan perilaku sebagai berikut.
1)      Memiliki pribadi yang hormat
2)      Dapat dipercaya oleh orang lain, baik ucapannya maupun perbuatannya.
3)      Tidak pernah membuat orang lain (konseli) kecewa atau kesal.
4)      Bertanggung jawab, mampu merespon orang lain secara utuh, tidak ingkar janji dan mau membantu secara penuh (altruistif).

5.      Kejujuran (homestay)
Kejujuran yang mutlak mempunyai makna bahwa seorang konselor harus transparan (terbuka) , otentik dan sejati atau asli dalam penampilannya (geniune). Sikap jujur ini penting dalam konseling, karena alasan-alasanberikut:
a.       sikap terbukaan memungkinkan konselor dan konseling untuk menjalin hubungan positif yang lebih dekat satu sama lainnya didalam proses bimbingan dan konselin. Konselor yang menutup atau menyembunyikan bagian-bagian bagian dirinya terhadap konseli dapat menghalangi terjadinya relasi yang lebih dekat. Kedekatan hubungan psikologis sangat penting dalam konseling, sebab dapat menimbulkan hubungan yang langsung dan terbuka antara konselor dengan konseli. Apabila terjadi ketertutupan dalam konseling dapat menyebabkan teritangi dan terhambatnya perkembangan konSeli.
b.      kejujuran memungkinkan konselor dapat memberikan umpan baik secara objektif kepada konseli.
Konseli yang jujur memilik karakteristik sebagai berikut. 1. Sikap kongrue artinya sikap-sikap diri nya yang dipersepsikan oleh dirinya sendiri (real self) sama sebangun dengan yang dipersepsikan oleh orang lain ( publicbself). 2. Memiliki pengalaman pemahaman yang jelas tentang makna kejujuran.
6.        Kekuatan (strength)
Kekuatan atau kemampuan konselor mempunyai peranan penting dalam konseling, sebab dengan hal itu konselor akan dapat mengatasi serangan dan manipulasi konseli sehingga konseli akan merasa aman. Konseli memandang konselor sebagai orang yang a) tabah dalam menghadapi masalah . (B) dapat mendorong konseli untuk mengatasi masalah nya. (C) dapat menanggulangi kebutuhan dana masalah peribadi. Konselor yang memiliki kekuatan cenderung menampilkan kualitas sikap dan perilaku berikut.1) dapat membuat batasan waktu yang pantas dalam konseling.2) bersikap fleksibel. 3) memiliki identitas diri yang jelas.
7.        Bersikap hangat (warmth)
Maksud bersikap hangat dalam proses bimbingan dan konseling adalah konselor memiliki sikap ramah. Penuh perhatian dan memberikan kasih sayang. Konseli yang datang meminta bantuan kepada konselor pada umumnya Adalah individu yang kurang mengalami kehangatan dalam hidupnya, sehingga dia kehilangan kemampuan untuk bersikap ramah, memberikan perhatian, dan kasih sayang. Melalui konseling, konseli ingin mendapatkan rasa hangat tersebut dan melakukan "sharing" dengan konselor. Apabila hal itu memperoleh, maka konseli dapat mengalami perasaan yang nyaman. Sikap hangat akan menciptakan hubungan yang akrab dan konseli merasa diberi perhatian namun kebebasan tetap dirasakannya. Semakin kebebasan diciptakan dalam konseling, semakin banyak konseli dalam dirinya sendiri.
8.        Pendengaran yang aktif (aktivis responsiveness)
Keterlibatan konselor dalam proses konseling bersifat dinamis,tidak pasif. Melalui respon yang aktif, konselor dapat mngkomunikasikan perhatian dirinya terhadap kebutuhan konseli. Di sini konselor mengajukan pertanyaan yang tepat, memberikan umpan balik yang bermanfaat, memberikan informasi yang berguna, mengemukakan gagasan-gagasan baru, berdiskusi dengan konseli tentang cara mengambil keputusan yang tepat, dan membagi tanggung jawab dengan konseli dalam proses konse. Menjadi pendengar yang aktif merupakan penengah antara perilaku hiperaktif yang mengganggu dan perilaku pasif yang kebingungan.
9.        Sabar (patience)
Kesabaran bertujuan untuk memberikan peluang pada konseli agar dapat berkembang dan memperoleh kemajuan dalam tahapan-tahapan secara alami. Melalui kesabaran konselor dalam proses konseling dapat membantu konseli untuk mengembangkan dirinya secara alami. Sikap sabar konselor mengajukkan lebih memperhatikan diri konseli daripada hasilnya. Konselor yang sabar cenderung menampilkan kualitas sikap dan perilaku yang tidak tergesa-gesa.
10.    Kepekaan (sensitivity)
Kualitas kepekaan mempunyai makna bahwa konselor menyadari tentang adanya kehalusan dinamika psikologis yang tersembunyi yang kadangkala timbul baik pada diri konseli maupun dirinya sendiri, seperti sifat-sifat mudah tersinggung.
Konseli yang datang untuk meminta bantuan konselor pada umumnya tidak menyadari masalah yang sebenarnya mereka hadapi. Bahkan ada yang tidak menyadari bahwa dirinya bermasalah. Pada diri mereka hanya nampak gejala-gejala nya (pseudomonas masalah), sementara yang sebenarnya tertutup oleh perilaku pertahanan dirinya. Konselor yang sensitif akan mampu mengungkapkan atau menganalisis apa masalah sebenarnya yang dihadapi konseling.
Konselor yang sensitif memiliki kualitas perilaku sebagai berikut. 1) sensitif terhadap reaksi dirinya sendiri. 2) mengetahui kapan,dimana,dan berapa lama mengungkapkan masalah konseli(probing). 3) mengajukan pertanyaan tentang persepsi konseli tentang masalah yang dihadapinya. 4) sensitif terhadap sifat-sifat uang mudah tersinggung dirinya.
11.    Kesadaran Holistik (holistik awareness)
Secara tegas dapat dikatakan bahwa pendekatan holistik dalam konseling mempunyai makna bahwa konselor menyadari keseluruhan individu (konseli) dan tidak melakukan pendekatan hanya dari satu aspek tertentu saja. Pendekatan holistik dalam konseling berarti bahwa konselor memahami konseli secara utuh dan tidak mendekatinya secara serpihan. Namun begitu bukan berarti bahwa konselor sebagai seorang ahli dalam segala hal. Konselor tidak boleh memiliki perasan complitism. Disini mengajukan bahwa konselor perlu memahami adanya berbagai dimensi yang menimbulkan masalah konseli dan memahami bagaimana dimensi yang satu memberi pengaruh dimensi yang lainnya . Dimensi-dimensi itu meliputi: fisik, intelektual, emosi, sosial, seksual dan moral- spiritual.
Konselor yang memiliki kesadaran Holistik cenderung menampilkan karakteristik sebagai berikut. 1) menyadari secara akurat tentang dimensi-dimensi kepribadian yang kompleks. 2) menemukan cara memberikan konsultasi yang tepat dan mempertimbangkan tentang perlunya referal (rujukan). 3) akrab dan terbuka terhadap berbagai teori .
BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Kualitas pendidikan adalah pelaksanaan pendidikan disuatu lembaga, sampai dimana pendidikan di lembaga tersebut telah mencapai suatu keberhasilan.Sebagai pendidik, konselor dipersyaratkan memiliki kualifikasi akademik minimum S1 sebagaimana halnya pengampu layanan ahli di bidang lain seperti dokter. Konselor juga dipersyaratkan memiliki kualifikasi akademik S1, yang mencerminkan penguasaan kemampuan akademik di bidang bimbingan dan konseling.Latihan untuk calon konselor antaralain :
1.      Pemahaman Diri (Self –Knowledge)
2.      Kompeten (competent)
3.      Kesehatan Psikologis (psychological health)
4.      Dapat dipercaya (Trustworthiness)
5.      Kejujuran (homestay)
6.      Kekuatan (strength)
7.      Bersikap hangat (warmth)
8.      Pendengaran yang aktif (aktivis responsiveness)
9.      Sabar (patience)
10.  Kepekaan (sensitivity)
11.  Kesadaran Holistik (holistik awareness)

B.       Saran
Sebagai calon pendidik kita harus mengetahui dan memahami pendidikan dan latihan calon konselor, karena dengan memahami hal tersebut, pendidik akan lebih mudah menentukan sikap yang sesuai saat bertemu dengan klien.

DAFTAR PUSTAKA

Dr. Hartono M.Si. 2012. Psikologi konseling. Jakarta : Prenada Media Group
Dr. Rifda El Fiath, M.Pd. 2016.Bimbingan dan Konseling Perkembangan. Yogyakarta : Idea Press
Drs. Namora lumongga lubis M.Sc. 2011. Memahami Dasar-dasar Konseling. Jakarta : Kencana Group
Jurnal Ilmu Pendidikan Mutu Pendidikan Sekolah Dasar Di Daerah Diseminasi oleh A. Supriyanto, November 1997, Jilid 4, IKIP, 1997: 225
Latipun. 2015. Psikologi Konseling. Malang : UMM Press
Sofyan Wilis S. 2014. Konseling Individu Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta


[1]JurnalIlmuPendidikanMutuPendidikanSekolahDasar Di Daerah Diseminasioleh A. Supriyanto, November 1997, Jilid 4, IKIP, 1997: 225
[2]Sofyan Wilis S. 2014. Konseling Individu Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta. hlm.79-80
[3]Drs. Namora lumongga lubis M.Sc. 2011. Memahami Dasar-dasar Konseling. Jakarta : Kencana Group. hlm 48
[4]Dr. Hartono M.Si. 2012. Psikologi konseling. Jakarta : Prenada Media Group. hlm. 67-68
[5] Latipun. 2015. Psikologi Konseling. Malang : UMM Press. hlm 185
[6]Dr. Rifda El Fiath, M.Pd. 2016.BimbingandanKonselingPerkembangan.Yogyakarta : Idea Press. Hlm 123

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MODEL PEMBELAJARAN JARING LABA-LABA

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang             Anak usia dini adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu proses perke...