BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara
fungsional, bimbingan dan konseling sangat signifikan sebagai salah satu upaya
pendidikan untuk membentuk individu memperkembangkan diri secara optimal
sesuai dengan tahap-tahap perkembangan dan tuntutan lingkungan (Wibowo, 2003 :
76). Pengertian pendidikan dikemukakan oleh beberapa ahli, pendidikan adalah
“usaha sadar yang dengan sengaja dirancangkan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.” (Sahertian (2000:1) dan pendidikan merupakan usaha manusia untuk
menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan, baik jasmani maupun
rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan
(Ihsan; 1996 : 1).Secara konseptual, pendidikan masyarakat adalah model
penyelenggaraan pendidikan yang bertumpu pada prinsip “dari masyarakat, oleh
masyarakat dan untuk masyarakat”.
Quraish
Shihab mengartikan kualitas sebagai tingkat baik buruk sesuatu atau mutu
sesuatu.Kualitas atau mutu pendidikan adalah kemampuan lembaga dan sistem
pendidikan dalam memberdayakan sumber-sumber pendidikan untuk meningkatkan
kualitas yang sesuai dengan harapan atau tujuan pendidikan melalui proses
pendidikan yang efektif. Dimana, pendidikan yang berkualitas yakni pendidikan
yang dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas.
Menurut
Yufiarti kreativitas adalah kemampuan untuk menemukan sesuatu yang baru yang
sebelumnya belum ada untuk menciptakan ide baru atau menggabungkan sesuatu
hingga menjadi produk baru. Dalam kreativitas tentu manusia memiliki
karakteristik atau ciri unik tersendiri. Kreativitas pada diri Manusia perlu
diasah dan dikembangkan agar menjadi profesional.
B. Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah berdasarkan latar belakang diatas adalah sebagai berikut :
1.
Apakah yang dimaksud dengan kualitas pendidikan?
2.
Jelaskan yang dimaksud dengan pendidikan dan latihan
calon konselor?
C. Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan penulisan berdasarkan rumusan masalah diatas adalah sebagi berikut:
1.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai pengertian
kualitas pendidikan
2.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai pendidikan dan
latihan calon konselor
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kualitas Pendidikan
Secara
etimologi, mutu atau kualitas diartikan dengan kenaikan tingkatan menuju suatu
perbaikan atau kemapanan. Sebab kualitas mengandung makna bobot atau tinggi
rendahnya sesuatu. Jadi, dalam hal ini kualitas pendidikan adalah pelaksanaan
pendidikan disuatu lembaga, sampai dimana pendidikan di lembaga tersebut telah
mencapai suatu keberhasilan.
Kualitas
konselor adalah criteria keunggulan termasuk pribadi, pengetahuan, wawasan,
keterampilan dan nilai-nilai yang dimilikinya yang akan memudahkannya dalam
menjalankan proses konseling sehingga mencapai tujuan dengan berhasil
(efektif). Salah satu kualitas yang jarang dibicarakan adalah kualitas pribadi
konselor. Kualitas pribadi konselor adalah kriteria yang menyangkut segala
aspek kepribadian yang amat penting dan menentukan keefektifan konselor jika
dibandingkan dengan pendidikan dan latihan yang ia peroleh.[1]
Jay
Haley (1971) mengemukakan kualitas pribadi konselor sesuai dengan penelitiannya
yaitu: fleksibilitas ialah mampu mengubah pandangan secara realistic dan bukan
mengubah kenyataan, tidak memaksakan pendapat yakni mau mendengarkan dengan
sabar terhadap orang lain.
Munson
(1961) dan Mills Cs (1960) mengemukakan dua karakteristik penting yang
menentukan kualitas pribadi konselor yakni; konselor adalah yang memiliki
kebutuhan untuk menjadi pemelihara dan konselor harus memiliki intuisi serta
penetrasi psikologis yang baik. Artinya, dalam menghadapi klien, ia cepat
menangkap makna tersirat dari perilaku klien yang tampak dan yang terselubung
misalnya makna suatu gerakan kepala, getaran suara, getaran bahu, cara duduk,
dan sebagainya, dapat ditangkap maknanya dengan cepat oleh konselor sehingga
mampu memberikan keterampilan teknik yang antisipatif dan bermakna bagi
membantu perkembangan klien. Dengan kata lain, konselor memahami bahasa badan
atau perilaku nonverbal klien.[2]
B. Pendidikan dan Latihan Calon Konselor
1)
Pendidikan Calon Konselor
Kualitas
konselor adalah semua kriteria keunggulan termasuk pribadi, pengetahuan,
wawasan, keterampilan dan nilai-nilai yang dimilikinya yang akan memudahkannya
dalam menjalankan proses konseling sehingga mencapai tujuan yang efektif.
Sebagai pendidik,
konselor dipersyaratkan memiliki kualifikasi akademik minimum S1
sebagaimana halnya pengampu layanan ahli di bidang lain seperti dokter.
Konselor juga dipersyaratkan memiliki kualifikasi akademik S1, yang
mencerminkanpenguasaan kemampuan akademik di bidang bimbingan
dan konseling. Untuk keperluan ini diselenggarakan program
S1 Bimbingan dan Konseling dengan tujuan memfasilitasi pembentukan
kompetensi akademik calon konselor yang direpresentasikan dengan Ijazah
sarjana pendidikan dengan kekhususan dalam bidang bimbingan dan konseling.
Secara
umum untuk Indonesia lulusan bimbingan dan konseling tingkat D3 dan S1 masih
diperbolehkan untuk menjadi pembimbing. Hanya kualifikasi profesional tersebut
belum begitu jelas. Mungkin S1 bisa diorbitkan menjadi tenaga profesional
asalkan bobot latihan profesional ditingkatkan, baik selama pendidikan maupun
dalam bentuk in-service training dan harus sudah ada tim penilai
khusus dari ikatan pembimbing seperti ABKIN (Asosiasi Bimbingan dan Konseling
Indonesia).
Kriteria
utama tetap bahwa konselor harus lulusan S2 dengan berpengalaman mengajar
(sertifikat) dan pengalaman praktik (sertifikat). Untuk menghadapi
perubahan-perubahan yang cepat tadi, bentuk pelatihan konselor untuk menjadi
profesional, disesuaikan dengan keadaan.[3]
Kompetensi
– kompetensi tersebut yang harus dipenuhi seorang konselor merupakan suatu
landasan untuk pengembangan kompetensi konselor sehingga menjadi konselor yang
professional, kompetensi – kompetensi tersebut meliputi :
1)
Memahamai secara mendalam tentang konseli yang dilayani
2)
Menguasai landasan dan kerangka teknik bimbingan dan
konseling
3)
Menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling yang
bertujuan agar seorang klien yang mandiri
4)
Mengembangkan pribadi dan professional konselor secara
berkelanjutan[4]
Selain
penjelasan diatas seorang konselor harus menyadari
kompetensinya yaitu batas kewenangan dalam menjalankan tugas
professional konselor. Konselor dalam menjalankan tugasnya tidak dibenarkan
menggunakan treatment diluar batas kewenangannya. Setiap lembaga professional
memiliki ketentuan dalam bidang – bidang apa saja anggotanya dalam tugas
profesinya. Biasanya tugas – tugas itu di sesuaikan dengan apa yang di pelajari
secara formal.
Ketika
konselor menjumpai seorang klien yang mempunyai masalah diluar batas kemampuan
konselor maka konselor dapat mengalih tangankan ke pihak yang lain yang lebih
professional dan lebih kompeten karena apabila tidak mengalih tangankan
ditakutkan seorang klien mempunyai masalah yang tidak segera terselesaikan,
selain itu konselor juga dapat dikatakan melakukan kegiatan mal praktek yang
itu melanggar batas- batas kewenangan dan melakukan pelanggaran dalam kode etik
konseling. Untuk menghindari tindakan yang tidak tepat ini konselor sebagai
petugas professional secara terus menerus melihat dan mau mengevaluasi dirinya
dengan status kemampuan dan kualifikasi dari profesi yang dijalani.
Menurut
Dunlop (mugen) salah satu ciri pekerjaan dikatakan professional apabila anggota
professional itu berkemampuan untuk memonitor praktik profesi yang telah
dijalani. Selain itu dalam kelompok profesi sudah diatur mekanisme pengendalian
praktik – praktik professional untuk mengatasi para angotanya dan menjalankan
tugas – tugas professional jika salah satu anggota profesi yang melanggar kode
etik yang berlaku maka organisasi yang menaunginya dapat memberlakukan sanksi
yang telah di tetapkan dalam organisasi tersebut. Tetapi berjalan atau tidaknya
fungsi pengawasan terhadap praktik anggotanya sangat dipengaruhi oleh kehidupan
organisasi profesi itu sendiri, namun demikian yang terpenting bagi tenaga
professional untuk selalu menjalankan kegiatan profesi yang dimiliki sejalan
dengan professional yang dimliki. Dengan demikian, mereka melakukan
pengontrolan terhadap dirinya sendiri.[5]
2)
Latihan Calon Konselor
Dalam
rangka mempersiapkan para caln konselor atau guru bimbingan dan konseling,
pihak lembaga yang bertangggung jawab dalam pendiidkan para calon konselor
tersebut dituntut untuk memfasilitasi perkembangan pribadi mereka yang
berkualitas yang dapat dipertanggungjawabkan secara profesional.Oleh karena
itu, seorang konselor harus mempunyai kualitas-kualitas kepribadian yang
ditandai dengan latihan calon konselor. Berbagai macam latihan konselor menurut Cavanagh adalah sebagai berikut
:[6]
1.
Pemahaman Diri (Self –Knowledge)
Self
–Knowledge bermakna bahwa konselor memahami dirinya dengan baik, dia memahami
secara pasti apa yang dia lakukan, mengapa dia harus melakukannatau tidak melakukan hal itu, dan
masalah apa yang yang harus dientaskannya. Pemahaman diri merupakan hal yang sangat penting bagi
konselor. Ini dikarenakan ada beberapa alasan antara lain:
a.
Konselor yang memiliki persepsi yang akurat tentang
dirinya cenderung akan memiliki persepsi yang akurat pula tentang orang lain
antara atau konseli. Dengan kata lain jika konselor mampu memahami dirinya
dengan baik maka ia akan mampu mengenali diri orang lain secara tepat pula.
b.
Konselor yang terampil dalam memahami dirinya, maka dia
akan terampil juga memahami orang lain.
c.
Konselor yang memahami dirinya, maka dia akan mampu
mengajar cara memahami diri itu kepada orang lain.
d.
Pemahaman tentang diri memungkinkan konselor untuk
dapat merasa dan berkomunikasi secara jujur dengan konseli pada saat proses
bimbingan dan konseling berlangsung.
Secara
nyata konselor yang mempunyai tingkat self-knowledge yang baik akan
memperlihatkan sufat-sifat sebagai berikut.
1.
Konselor menyadari dengan baik yentang kebutuhan
dirinya. Sebagai konselor dia memiliki kebutuhan diri, seperti: (a) kebutuhan
untuk sukses (b) kebutuhan merasa penting, dihargai, superior dan kuat.
2.
Konselor menyadari dengan baik tentang perasaan-
perasaan itu seperti: rasa marah, takut, bersalah, dan cinta. Ketidaksadaran
konselor akan perasaannya dapat berakibat buruk terhadap proses konseling.
3.
Konselor menyadari tentang apa yang membuat dirinya
cemas dalam konselinng, dan apa yang menyebabkan dirinya melakukan pertahanan
diri dalam rangka mereduksi kecemasan tersebut.
4.
Konselor memahami atau mengakui kelebihan (kekuatan )
atau kelemahan (kekurangan) dirinya.
2.
Kompeten (competent)
Yang
dimaksud kompeten disini adalah bahwa konselor itu memiliki kualitas fisik,
intelektual, emosional, sosial, dan moral sebagai pribadi yang berguna untuk
membantu konseli. Kompetensi sangatlah penting bagi konselor, sebab konseli
yang diberikan pelayanan bimbingan dan konseling akan belajar dan mengembangkan
kompetensi-kompetensi yang diperlukan untuk mencapai kehidupan yang efektif dan
bahagia. Dalam hal ini, konselor berperan untuk mmengajar kompetensi-kompetensi
tersebut pada konseli. Konselor yang lemah fisiknya, lemah kemampuan
intelektualnya sensitif emosinya, kurang memiliki kemampuan dalam berhubungan
sosial, dan kurang memahamimi nilai-nilai moral maka dia tidak akan mampu
mengajarkan kompetensi- kompetensi tersebut kepada konseli.
Satu
hal penting yang membedakan hubungan persahabatan dengan hubungan konseling
adalah kompetensi yang dimiliki: (a) Pengetahuan akadfemik, (b) kualitas pribadi,
dan (c) keterampilan konseling . konselor yang memiliki kompetensi akan
melahirkan rasa percaya pada diri konseli untuk meminta bantuan konseling
terhadap konselor tersebut. Disamping itu kompetensi ini juga sangat penting
bagi efisiensi waktu pelaksanaan konseling.
Konselor
yang senantiasa berusaha meningkatkan kualitas kompetensinya, akan menampilkan
sifat-sifat atau kualitas perilaku sebagai berikut.
1)
Secara terus menerus meningkatkan pengetahuannya
tentang tingkah laku dan konseling dengan banyak membaca atau menelaah
buku-buku atau jurnal-jurnal yang relevan; menghadiri acara-acara seminar dan
diskusi tentang berbagai hal yang terkait dengan profesinya.
2)
Menemukan pengalaman-pengalaman hidup baru yang
membantunya untuk lebih mempertajam kompetensi, dan mengembangkan keterampilan
konselingnya. Upaya itu ditempuhnya dengan cara menerima resiko, tanggung jawab
dan tantangan-tantanngan yang dapat menimbulkan rasa cemas. Kemudian dia
mengunakan rasa cemas itu untuk mengaktualisasikan potensi-potensinya.
3)
Mencoba gagasan-gagasan atau pendekatan-pendekatan baru
dalam konseling . mereka senantiasa mencari-cari yang paling tepat atau
bergunauntuk membantu konseli dengan pelayanan yang maksimal.
4)
Mengevaluasi efektivitas konseling yang dilakukannya,
dengan menelaah setiap pertemuan konseling, agar dapat bekerja lebih produktif.
5)
Melakukan kegiatan tindaklanjut terhadap hasil evaluasi
yang telah dilaksanakan untuk mengembangkan atau memperbaiki proses konseling.
3.
Kesehatan Psikologis (psychological health)
Konselor ditintut memiliki kesehatan psikologi
yang baikdari konselinya.
Hal
ini penting karena kesehatan psikologigis (psychological health) konselor akan
mendasari pemahamannya terhadap perilaku dan keterampilannya. Ketika konselor
memahami bahwa kesehatan psikologisnya baik dan dikembangkan melalui konseling,
maka diamembangun proses konseling tersebut secara lebih positif. Apabila
konselor tidak mendasarkan konselingtersebut kepada pengalaman kesehatan
psikologis, maka dia akan mengalami kebingungan dakam menetapkan arah konseling
yang ditempuhnya.
Konselor
merupakan model dalam berperilaku, apakah
dia menyadarinya atau tidak. Setiap pertemuan konseling merupakan suatu
periode pengawasan yang intensif terhadap tingkah laku yang adaptif. Ketika
konselor kurang memiliki kesehatan psikologis, maka. Perannya sebagai model
berperilaku bagi konseli menjadi tidak efektif, bahkan dapat menimbulkan
kecemasan bagi konseli. Apabila itu terjadi, maka konselor bukan berperan dalam
memecahkan masalah. Tetapi justru sebagai pemicu masalah konseli.
Kesehatan psikologis konselor yang baik
sangat berguna bagi hubungan konseling . Karena apabila konselor kurang sehat
psikis sehat psikisnya, maka dia teracuni atau terkontaminasi oleh2
kebutuhan-kebutuhan sendiri, persepsi
yang subjektif, nilai-nilai yang keliru, dan kebingungan. Konselor kesehatan
psikologisnya baik memiliki kualitas sebagai berikut.
1) Memperoleh
pemuasan kebutuhan rasa ama, cinta, kekuatan dan seks yang wajar.
2) Dapat mengatasi masalah-masalah
pribadi yang dihadapinya.
3) Menyadari
kelemahan atau keterbatasan kemampuan dirinya.
4) Tidak
hanya berjuang untuk hidup tetapi juga menciptakan kehidupan yang lebih baik.
Konselor dapat menikmati kehidupan secara nyaman. Dia melakukan aktifitas -
aktivitas yang positif, seperti membaca, menulis, bertamasya (rekreasi)
,bermain(berolahraga), dan aman.
4.
Dapat dipercaya (Trustworthiness)
Kualitas
disini berarti bahwa konselor itu tidak menjadi ancaman atau penyebab
kecemasan bagi konseli melainkan sebagai
pihak yang memberikan rasa aman. Kualitas konselor yang dapat dipercaya sangat
penting dalam konseling karena beberapa alasan sebagai berikut:
1)
Esensi
tujuan bimbingan dan konseling adalah mendorong konseli untuk mengemukaan
masalah dirinya yang paling dalam. Dalam hal ini, konseli harus merasa konselor
itu dapat memahami dan mau menerima
curahan hatinya (curhatnya) dengan tanpa penolakan. Jika konseli tidak memiki
rasa percaya diri ini, maka rasa frustasilah yang menjadi hasil dari proses
layanan bimbingan dan konseling.
2)
Konseli
dalam layanan bimbingan dan konseling perlu mempercayai karakter dan motivasi
konselor. Artinya konseli percaya bahwa bahwa konselor mempunyai motivasi untuk
membantunya
3)
Apabila
komseli mendapat kepercayaanvdan kepercayaan dari konselor, maka akan
berkembang dalam dirinya sikap percaya terhadap dirinya sendiri.
Konselor
yang dipercaya cenderung memiliki kualitas sikap dan perilaku sebagai berikut.
1)
Memiliki pribadi yang hormat
2)
Dapat dipercaya oleh orang lain, baik ucapannya maupun
perbuatannya.
3)
Tidak pernah membuat orang lain (konseli) kecewa atau
kesal.
4)
Bertanggung jawab, mampu merespon orang lain secara
utuh, tidak ingkar janji dan mau membantu secara penuh (altruistif).
5. Kejujuran
(homestay)
Kejujuran
yang mutlak mempunyai makna bahwa seorang konselor harus transparan (terbuka) ,
otentik dan sejati atau asli dalam penampilannya (geniune). Sikap jujur ini
penting dalam konseling, karena alasan-alasanberikut:
a.
sikap terbukaan memungkinkan konselor dan konseling
untuk menjalin hubungan positif yang lebih dekat satu sama lainnya didalam
proses bimbingan dan konselin. Konselor yang menutup atau menyembunyikan
bagian-bagian bagian dirinya terhadap konseli dapat menghalangi terjadinya
relasi yang lebih dekat. Kedekatan hubungan psikologis sangat penting dalam
konseling, sebab dapat menimbulkan hubungan yang langsung dan terbuka antara
konselor dengan konseli. Apabila terjadi ketertutupan dalam konseling dapat
menyebabkan teritangi dan terhambatnya perkembangan konSeli.
b.
kejujuran memungkinkan konselor dapat memberikan umpan
baik secara objektif kepada konseli.
Konseli
yang jujur memilik karakteristik sebagai berikut. 1. Sikap kongrue artinya
sikap-sikap diri nya yang dipersepsikan oleh dirinya sendiri (real self) sama
sebangun dengan yang dipersepsikan oleh orang lain ( publicbself). 2. Memiliki
pengalaman pemahaman yang jelas tentang makna kejujuran.
6.
Kekuatan (strength)
Kekuatan
atau kemampuan konselor mempunyai peranan penting dalam konseling, sebab dengan
hal itu konselor akan dapat mengatasi serangan dan manipulasi konseli sehingga
konseli akan merasa aman. Konseli memandang konselor sebagai orang yang a)
tabah dalam menghadapi masalah . (B) dapat mendorong konseli untuk mengatasi
masalah nya. (C) dapat menanggulangi kebutuhan dana masalah peribadi. Konselor
yang memiliki kekuatan cenderung menampilkan kualitas sikap dan perilaku
berikut.1) dapat membuat batasan waktu yang pantas dalam konseling.2) bersikap
fleksibel. 3) memiliki identitas diri yang jelas.
7.
Bersikap hangat (warmth)
Maksud
bersikap hangat dalam proses bimbingan dan konseling adalah konselor memiliki
sikap ramah. Penuh perhatian dan memberikan kasih sayang. Konseli yang datang
meminta bantuan kepada konselor pada umumnya Adalah individu yang kurang
mengalami kehangatan dalam hidupnya, sehingga dia kehilangan kemampuan untuk bersikap
ramah, memberikan perhatian, dan kasih sayang. Melalui konseling, konseli ingin
mendapatkan rasa hangat tersebut dan melakukan "sharing" dengan
konselor. Apabila hal itu memperoleh, maka konseli dapat mengalami perasaan
yang nyaman. Sikap hangat akan menciptakan hubungan yang akrab dan konseli
merasa diberi perhatian namun kebebasan tetap dirasakannya. Semakin kebebasan
diciptakan dalam konseling, semakin banyak konseli dalam dirinya sendiri.
8.
Pendengaran yang aktif (aktivis responsiveness)
Keterlibatan
konselor dalam proses konseling bersifat dinamis,tidak pasif. Melalui respon
yang aktif, konselor dapat mngkomunikasikan perhatian dirinya terhadap
kebutuhan konseli. Di sini konselor mengajukan pertanyaan yang tepat,
memberikan umpan balik yang bermanfaat, memberikan informasi yang berguna,
mengemukakan gagasan-gagasan baru, berdiskusi dengan konseli tentang cara
mengambil keputusan yang tepat, dan membagi tanggung jawab dengan konseli dalam
proses konse. Menjadi pendengar yang aktif merupakan penengah antara perilaku
hiperaktif yang mengganggu dan perilaku pasif yang kebingungan.
9.
Sabar (patience)
Kesabaran
bertujuan untuk memberikan peluang pada konseli agar dapat berkembang dan
memperoleh kemajuan dalam tahapan-tahapan secara alami. Melalui kesabaran
konselor dalam proses konseling dapat membantu konseli untuk mengembangkan
dirinya secara alami. Sikap sabar konselor mengajukkan lebih memperhatikan diri
konseli daripada hasilnya. Konselor yang sabar cenderung menampilkan kualitas
sikap dan perilaku yang tidak tergesa-gesa.
10.
Kepekaan (sensitivity)
Kualitas
kepekaan mempunyai makna bahwa konselor menyadari tentang adanya kehalusan
dinamika psikologis yang tersembunyi yang kadangkala timbul baik pada diri
konseli maupun dirinya sendiri, seperti sifat-sifat mudah tersinggung.
Konseli
yang datang untuk meminta bantuan konselor pada umumnya tidak menyadari masalah
yang sebenarnya mereka hadapi. Bahkan ada yang tidak menyadari bahwa dirinya
bermasalah. Pada diri mereka hanya nampak gejala-gejala nya (pseudomonas
masalah), sementara yang sebenarnya tertutup oleh perilaku pertahanan dirinya.
Konselor yang sensitif akan mampu mengungkapkan atau menganalisis apa masalah
sebenarnya yang dihadapi konseling.
Konselor
yang sensitif memiliki kualitas perilaku sebagai berikut. 1) sensitif terhadap
reaksi dirinya sendiri. 2) mengetahui kapan,dimana,dan berapa lama
mengungkapkan masalah konseli(probing). 3) mengajukan pertanyaan tentang
persepsi konseli tentang masalah yang dihadapinya. 4) sensitif terhadap sifat-sifat
uang mudah tersinggung dirinya.
11.
Kesadaran Holistik (holistik awareness)
Secara
tegas dapat dikatakan bahwa pendekatan holistik dalam konseling mempunyai makna
bahwa konselor menyadari keseluruhan individu (konseli) dan tidak melakukan
pendekatan hanya dari satu aspek tertentu saja. Pendekatan holistik dalam
konseling berarti bahwa konselor memahami konseli secara utuh dan tidak
mendekatinya secara serpihan. Namun begitu bukan berarti bahwa konselor sebagai
seorang ahli dalam segala hal. Konselor tidak boleh memiliki perasan
complitism. Disini mengajukan bahwa konselor perlu memahami adanya berbagai
dimensi yang menimbulkan masalah konseli dan memahami bagaimana dimensi yang
satu memberi pengaruh dimensi yang lainnya . Dimensi-dimensi itu meliputi: fisik,
intelektual, emosi, sosial, seksual dan moral- spiritual.
Konselor
yang memiliki kesadaran Holistik cenderung menampilkan karakteristik sebagai
berikut. 1) menyadari secara akurat tentang dimensi-dimensi kepribadian yang
kompleks. 2) menemukan cara memberikan konsultasi yang tepat dan
mempertimbangkan tentang perlunya referal (rujukan). 3) akrab dan terbuka
terhadap berbagai teori .
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kualitas
pendidikan adalah pelaksanaan pendidikan disuatu lembaga, sampai dimana
pendidikan di lembaga tersebut telah mencapai suatu keberhasilan.Sebagai pendidik,
konselor dipersyaratkan memiliki kualifikasi akademik minimum S1
sebagaimana halnya pengampu layanan ahli di bidang lain seperti dokter.
Konselor juga dipersyaratkan memiliki kualifikasi akademik S1, yang
mencerminkan penguasaan kemampuan akademik di bidang bimbingan
dan konseling.Latihan
untuk
calon
konselor
antaralain :
1.
Pemahaman Diri
(Self –Knowledge)
2. Kompeten (competent)
3. Kesehatan Psikologis (psychological health)
4. Dapat dipercaya (Trustworthiness)
5.
Kejujuran
(homestay)
6.
Kekuatan
(strength)
7. Bersikap hangat (warmth)
8. Pendengaran yang aktif (aktivis
responsiveness)
9. Sabar (patience)
10. Kepekaan (sensitivity)
11. Kesadaran Holistik (holistik awareness)
B.
Saran
Sebagai
calon pendidik kita harus mengetahui dan memahami pendidikan dan latihan calon konselor, karena dengan memahami hal tersebut, pendidik akan lebih mudah
menentukan sikap
yang sesuai saat bertemu dengan klien.
DAFTAR
PUSTAKA
Dr. Hartono M.Si. 2012.
Psikologi konseling. Jakarta : Prenada Media Group
Dr. Rifda El Fiath, M.Pd. 2016.Bimbingan
dan
Konseling
Perkembangan.
Yogyakarta : Idea Press
Drs. Namora lumongga
lubis M.Sc. 2011. Memahami Dasar-dasar Konseling. Jakarta : Kencana Group
Jurnal
Ilmu Pendidikan Mutu Pendidikan Sekolah Dasar Di Daerah Diseminasi oleh A.
Supriyanto, November 1997, Jilid 4, IKIP, 1997: 225
Latipun.
2015. Psikologi Konseling. Malang : UMM Press
Sofyan
Wilis S. 2014. Konseling Individu Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta
[1]JurnalIlmuPendidikanMutuPendidikanSekolahDasar
Di Daerah Diseminasioleh A. Supriyanto, November 1997, Jilid 4, IKIP, 1997: 225
[2]Sofyan Wilis S. 2014. Konseling
Individu Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta. hlm.79-80
[3]Drs.
Namora lumongga lubis M.Sc. 2011. Memahami Dasar-dasar Konseling. Jakarta :
Kencana Group. hlm 48
[4]Dr.
Hartono M.Si. 2012. Psikologi konseling. Jakarta : Prenada Media Group. hlm.
67-68
[5] Latipun. 2015. Psikologi
Konseling. Malang : UMM Press. hlm 185
[6]Dr.
Rifda El Fiath, M.Pd. 2016.BimbingandanKonselingPerkembangan.Yogyakarta : Idea
Press. Hlm 123
Tidak ada komentar:
Posting Komentar