Narrator: Di
sebuah negeri antah berantah, hiduplah seorang Ratu cantik yang sampai sekarang
masih single bernama Ratu Resmon. Ia dinobatkan menjadi ratu sejak ia berumur
18 tahun karena sang raja meninggal pada saat itu dan tidak mungkin mereka
membiarkan tahta mengalami kekosongan. Namun sang ratu sangat bijaksana dalam
mengemban tugasnya. Dia sangat menyayangi dan peduli kepada rakyatnya, dan
rakyat juga balas menyayanginya. Suatu hari, di ulang tahunnya yang ke 25 tahun,
ia diberi tahu tentang kertas wasiat yang ditinggalkan mendiang ayahnya sewaktu
hidup.
(Di istana.
Ratu Resmon duduk di singgasana dikelilingi oleh dayang-dayang dan penasehatnya.
Tiba-tiba seorang wanita datang dan duduk berlutut menghadap Ratu)
Ratu: “Apa
tujuanmu menghadapku?”
Wanita: “Hamba
ke sini hendak menyampaikan sesuatu padamu, yang mulya.”
Ratu: “Sesuatu?
Apa itu?”
Wanita:
“Saya ingin memberitahu Anda tentang wasiat yang diberikan mendiang Raja kepada
Anda.”
Ratu Resmon:
“Maksudmu ayah saya?” (Kaget. Berdiri dari tempat duduknya), “Siapa kamu dan
bagaimana bisa kamu mengenal ayahku?”
Wanita: “Hamba
hanyalah rakyat jelata yang mendapat tugas dari kerajaan untuk menyimpan wasiat
raja, dan pada saat ulang tahun Ratu Resmon ke 25 tahun, barulah wasiat ini
boleh diberikan kepada Anda. Itulah kenapa hamba ada di sini.”
Ratu Resmon:
(Mengangguk-angguk) “Baiklah, berikan wasiat tersebut!” (Duduk kembali)
Penasehat:
(Berdiri dan mengambil kertas wasiat dari wanita tersebut)
Ratu Resmon:
“Bacakan!”
Penasehat:
(Mengangguk kepada Ratu, lalu membuka gulungan kertas)
Resmon,
anakku tercinta. Ayah berikan selamat kepadamu karena sudah berumur 25 tahun
sekarang. Ayah ingin memberitahumu tentang harta karun yang selama ini belum
ditemukan. Ayah ingin agar kamu bisa menemukan harta karun tersebut. Kunci
harta karun itu ada di dalam laci di kamar Ayah. Sebarkan berita ini ke seluruh
negri dan bagi yang menemukan harta tersebut, maka berilah ia hadiah yang
pantas. Salam cinta, Ayah.
Ratu Resmon:
“Penasehat, segera sebarkan berita ini ke seluruh penjuru negri. Jangan lupa
posting di facebook, twitter, path, instagram juga.”
Penasehat:
“Baik, Ratu.”
Narrator:
Tak lama, seluruh negri segera heboh dengan selebaran yang tertempel
dimana-mana dan postingan di sosmed yang menyebutkan bahwa seseorang yang dapat
menemukan harta karun yang dicari akan mendapat hadiah dari kerajaan. Keadaan
ini membuat 3 perempuan bersaudara yang masih pengangguran berubah menjadi
pemburu harta karun saat itu juga.
(Di kamar
dengan kesibukan masing-masing)
Mitaya:
(Memainkan ponsel, lalu tiba-tiba bangkit) “Hey, Dora, Miaw! Gua ada informasi
bagus neeh…” (Masih melihat ponselnya)
Dora: “Apaan
sih?” (Merasa terganggu, lalu melanjutkan membaca)
Miaw: “Iya
ganggu aja sih lo, Mitaya.” (lanjut menulis)
(Mitaya memukul
2 saudaranya)
Dora:
“Aduuh… sakit tauukk.”
(Miaw
mengelus-elus lengannya yang dipukul sambil mengaduh kesakitan)
Mitaya: “Nih
yaa… katanya Ratu Resmon lagi nyari harta karun dan bagi yang dapetin tuh harta
karun bakalan dapet hadiah dari Ratu. Woooww…!”
Miaw dan
Dora: (Langsung tertarik dan mendekati Mitaya)
Miaw:
“Beneran? Wahh…” (Mulai berkhayal)
Dora: “Btw,
hadiahnya apa emangnya? Mobil? Rumah? I-phone? Tv? Kulkas?”
Mitaya: “Di
sini sih gak dijelasin apaan hadiahnya. Tapi yang pasti hadiahnya pasti
banyaaakkk bangeett.”
Dora: “Kalo
gitu, pokoknya kita harus dapetin tuh harta karun. Hahahaha….”
Narrator: berbondong-bondong
semua orang berusaha mencari harta karun tersebut, termasuk sang 3 bersaudara.
Mereka sudah mencarinya kemana-mana. Hingga suatu hari di hutan, ketika sudah
sebulan lebih mencari harta karun dan belum menemukannya juga, 3 bersaudara
merasa lelah dan ingin menyerah. Tetapi pada saat itu juga ada seseorang yang
bersedia membantu mereka.
Dora:
“Nyerah aja yuukk… rasa-rasanya gak mungkin deh kita bakal dapet, apalagi gak
ada petunjuk. Huhhh…”
Miaw: “Iya
bener banget. Rasa-rasanya kita tuh berjalan tanpa tujuan yang jelas. Mana aus
lagi…”
Mitaya: “Iya
capek binggo. Tapi hadiahnya gimana?”
(Mitaya,
Miaw, Dora gelengsoran dan mencoba tidur. Tiba-tiba ada suara yang menarik
perhatian ketiga saudara tersebut)
Ciring…ciring…ciriringg…
Dora: “Apaan
tuh?”
Mitaya: “Gak
tau. Cuci piring-piring?”
Miaw:
“Mungkin cuma hewan kejepit aja.”
(Di saat
ketiga saudara kembali beristirahat, tiba-tiba ada yang muncul menghampiri
mereka)
Tinkerbawel:
“Ciring…ciring…ciriring…” (Berjalan-jalan, tapi tiba-tiba terhenti saat melihat
ketiga bersaudara sedang tiduran) “Waahh… siapa ya mereka?” (Mengetuk-ngetukkan
jarinya ke dagu, sedang berpikir) “Aha! Bangunin deeh…”
Tinkerbawel:
Ciring…ciring…ciriring… (Mengayunkan tongkat sihirnya)
(Ketiga
bersaudara sadar dari tidurnya, lalu kaget melihat ada Tinkerbeol di depannya)
Mitaya:
(Bangun, disusul kedua saudaranya) “S…ssiapa kamu?” (Menunjuk-nunjuk Tinkerbawel
dengan telunjuknya)
Tinkerbawel:
“Hihihi….. jangan takut doonngg aku gak gigit kook. Hihihi.”
Dora: “Siapa
sih kamu? Jangan ganggu kami!”
Tinkerbawel:
(Memutar bola matanya) “Yaelaahh siapa juga yang mau ganggu? Geer aja ihh…”
(Mengulurkan tangan) “Halo namaku Tinkerbawel, aku peri baik hati di hutan ini.
Nama kalian siapa?”
Miaw:
(Menyambut tangan Tikerbawel) “Namaku Miaw, ini kedua saudaraku, Mitaya dan
Dora.”
Tinkerbawel:
“Oohh sodaraan ternyata. Btw, ngapain kalian ke hutan belantara gini? Kurang
kerjaan banget sih.”
Mitaya:
“Kita tuh lagi nyari harta karun tauk! Enak aja bilang kitaorang kurang
kerjaan.”
Tinkerbawel:
“Hihihi iya deh maap. Oh ya, terus kamuorang udah dapetin tuh harta karun?”
Dora:
“Beluumm. Bingung nih, abis gak ada petunjuknya geehh kayak misalnya peta gitu.
Tapi katanya peti harta karunnya itu dilapisi emas, terus di pinggir-pinggirnya
dilapisi platinum. Mantep gak tuuhh?”
Tinkerbawel:
“Ohh kalo itu sih aku bisa bantu loohh.”
Mitaya:
“Ciyuuss??”
Tinkerbawel:
“Iyaa…”
Narrator:
Akhirnya ketiga bersaudara berteman baik dengan Tinkerbawel. Mereka menelusuri
seluruh hutan untuk mencarinya hingga tersisa satu tempat yang belum mereka
masuki. Yaitu Goa yang berada di ujung hutan tersebut.
(Mereka
berempat memasuki goa yang gelap)
Mitaya: “Hei
Tinkerbawel, kamu kan bisa sihir, coba tolong bikin nih goa terang dong. Gelep
banget nih.”
Tinkerbawel:
“Oke deehh….. Ciring…ciring…ciriring….”
(Jadilah goa
tersebut menjadi terang. Mereka memasuki goa tersebut dan akhirnya menemukan
sebuah peti harta karun)
Tinkerbawel:
“Jangan-jangan itu peti harta karun yang kalian cari?” (Menunjuk ke arah peti
harta karun)
(Mereka
berempat mendekati peti harta karun tersebut)
Dora:
(Memperhatikan dengan seksama) “Iya, gak salah lagi nih. Yee akhirnya kita
dapet jugaaa!”
Miaw: “iyaa
Alhamdulillah.”
Narrator:
ketiga bersaudara dan Tinkerbawel akhirnya membawa peti harta karun tersebut ke
istana. Mereka janjian dengan Ratu Resmon di luar istana. Ratu datang bersama
penasehat, wanita pembawa wasiat dan dayang-dayangnya.
Mitaya:
“Ratu, kami berhasil menemukan harta karun yang selama ini dicari.”
Ratu:
(Bertepuk tangan) “Selamat atas keberhasilan kalian. Jadi apa yang kalian
inginkan sebagai hadiah karena kalian sudah menemukan harta karun ini?”
(Mereka
bertiga diskusi agak lama. Tepat pada saat itu, ada seseorang yang berlari
menghampiri mereka dan mengambil peti harta karun tersebut lalu berlari pergi)
(Semua orang
di situ syok, tapi tidak dapat berbuat banyak)
Penasehat:
“Hey pencuri!!” (Teriak dengan kencang, lalu berusaha lari dan menangkap
pencuri tersebut) “Kembalikan peti harta karun tersebut!” (Menarik kerah baju
sang pencuri)
Pencuri:
“Kalau kamu mau, kamu harus langkahi dulu mayatku!”
Penasehat:
“Baiklah jika itu yang kamu mau!”
(Akhirnya
terjadi perkelahian antara Penasehat dan Pencuri. Semua wanita yang melihat
perkelahian itu bingung bagaimana caranya untuk menghentikan perkelahian yang
terjadi)
Dora: “Eh
Tinkerbawel, jangan diem aja doongg…. Kamu kan bisa sihir, cepat bikin mereka
berhenti berantem!!”
Tinkerbawel:
“Oiya aku kan peri!” (Menepuk jidat) “Ciring…ciring…ciriringg.”
(Penasehat
dan Pencuri akhirnya tidak bisa bergerak dengan posisi terakhir mereka)
(Dayang-dayang
datang mengambil peti harta karun tersebut)
Ratu:
“Terimakasih, Tikerbawel sudah membantu menghentikan mereka.”
Tinkerbawel:
“Iya, sama-sama, yang mulya.”
Ratu:
“Biarkan mereka seperti itu saat ini. Saya takut mereka akan kembali berkelahi
jika mereka kembali seperti semula.” (Melirik ke dayang-dayang) “Dayang-dayang,
bukakan peti harta karun tersebut sekarang!”
Dayang-dayang:
“Baik, Ratu.” (Membuka peti harta karun dengan kuncinya dan kaget setelah
melihatnya)
Ratu: “Ada
apa dayang-dayangku?”
Dayang1:
“Ini…. Saya tidak yakin ini adalah harta karun yang dimaksud mendiang raja,
Yang Mulya.”
Dayang2: “Benar.
Ini sepertinya bukan.”
Ketiga
saudara: “Gak mungkiinn!!”
Mitaya:
“Pasti itu harta karun yang dicari. Kami yakin sekali, Yang Mulya.”
Wanita:
“Benar, Yang Mulya. Ini adalah peti harta karun yang selama ini kita cari. Peti
ini dilapisi emas dan di pinggirnya dilapisi platinum.”
(Ratu
Mengangguk-angguk, lalu datang menghampiri peti harta karun. Ia mengambil
sebuah kain putih yang berada di dalamnya. Tampak heran dengan benda tersebut.)
(Semua orang
di sana terkejut ketika melihat kain tersebut)
Wanita: “Itu
adalah kain ihram, Yang Mulya.”
Ratu:
“Benarkah?”
Wanita :
“Mengangguk-angguk.”
(Ratu
mengambil kertas yang ada di dalam peti harta karun dan dibacanya kertas
tersebut)
Selamat atas
keberhasilan kalian menemukan harta karun ini! Sekarang, Ratu harus menepati
janji kepada orang-orang yang sudah
berhasil menemukan harta karun ini. Dan Ratu, anakku sayang, kamu sudah 25
tahun. Sudah dewasa dalam mengemban amanah. Jadilah kamu sebagai pemimpin yang
adil dan amanah. Sekarang, ayah ingin agar kamu pergi ke tanah suci dan
melaksanakan haji.
Ratu:
(Terharu) “Terimakasih karena sudah menemukan harta karun ini. Sekarang apa
yang kalian inginkan?”
(Ketiga
bersaudara terlihat bingung)
Tinkerbawel:
“Aha! Bagaimana kalau sebuah pekerjaan! Selama ini mereka hidup pengangguran,
Yang Mulya. Tolong berilah mereka pekerjaan yang pantas.”
Mitaya:
“Benar, Yang Mulya. Tinkerbawel terimakasih karena sudah membantu kami.”
Ratu:
“Baiklah. Apa keahlian kalian?”
Dora: “Saya
pintar masak, Yang Mulya.”
Ratu: “Kamu
saya angkat jadi koki kerajaan.”
Mitaya:
“Saya pintar menjahit, Yang Mulya.”
Ratu: “Kamu
saya angkat menjadi perancang busana kerajaan.”
Miaw: “Saya
terserah anda saja, Yang Mulya.”
Ratu: “Baik.
Saya akan segera mencarikan kamu pekerjaan yang pantas.”
Wanita:
“Baik, Ratu. Karena tugas saya sudah selesai, saya harus pergi.” (Menunduk
hormat, lalu pergi)
Ratu:
“Tunggu!” (Teriaknya, membuat sang wanita berhenti) “Karena kamu sudah
menyampaikan amanah ayah saya dengan benar, maukah kamu pergi ke tanah suci
dengan saya?”
Wanita:
“Ratu yakin? Tentu saja saya mau, Yang mulya.”
Tinkerbawel:
“Ratu, apa yang harus saya lakukan terhadap 2 orang ini?” (Menunjuk penasehat
dan pencuri yang masih diam di tempat)
Ratu:
“Lepaskan mereka.”
(Tinkerbawel
melepaskan sihirnya)
Ratu:
“Kamu!” (Menunjuk pencuri) “Harus dihukum dan dipenjara.”
Pencuri:
(Berusaha kabur, tapi dicegah oleh penasehat)
Narrator:
Jadi, inilah akhir kisahnya. Pesan kami kepada teman-teman semua. Jadilah
amanah seperti wanita pembawa wasiat. Jadilah penolong seperti Tinkerbawel yang
menolong tanpa pamrih. Jadilah Ratu yang adil, yang tidak segan-segan memberi
hadiah kepada yang berhak dan menghukum pencuri. Jadilah ketiga saudara yang
sangat gigih dalam pekerjaannya.
SELESAI